Kesultanan Melayu Di Sumatera Timur
Oleh T. Luckman Sinar Basyarsyah II
Tulisan ini berisi informasi tentang pertumbuhan 23 Kerajaan Melayu di Sumatera Timur dan Riau, baik yang kecil maupun yang besar. Dari sejarah kerajaan-kerajaan tersebut dapat dilihat terjadinya interaksi antar kerajaan, tentang nilai-nilai budayanya, dan tentang konsep politiknya. Informasi ini dapat dijadikan bahan untuk memetik potensi-potensi yang ada maupun mengetahui kelemahan-kelemahan yang membuat kerajaan-kerajaan tersebut mengalami kemunduran.
Pendahuluan
Ruang lingkup pembahasan makalah ini adalah Karesidenan Sumatera Timur (Residentie Oostkust van Sumatera) yang lepas dari Residensi Riau pada tahun 1873. Meskipun ruang lingkup ini sempit, namun Kerajaan Melayu yang akan disinggung cukup banyak, karena wilayah Karesidenan Sumatera Timur sebelum 1 Januari 1940 juga meliputi Kerajaan Siak, Pelalawan, Gunung Sahilan, Kepenuhan, Kunto Darussalam, Rokan IV Koto, Kampar Kiri, Rambah, Sengingi, Logas, dan Tambusai. Wilayah Kerajaan Melayu mulai dari Siak ke selatan. Pada tahun 1940 Kerajaan Melayu dipisahkan dari wilayah Karesidenan Sumatera Timur dan menjadi wilayah Kerajaan Melayu Riau. Oleh karena itu, pembatasan pembahasan Kerajaan-kerajaan Melayu di Sumatera Timur hanya sampai pada masa sebelum datangnya Jepang, yaitu sebelum tahun 1940.
Pada tahun 1915 kerajaan-kerajaan Melayu yang masuk wilayah Karesidenan Sumatera Timur menjadi wilayah Provinsi Sumatera Timur, dengan ibukota Medan. Empat Kerajaan Melayu di Temiang, yaitu Kerajaan Bendahara, Kerajaan Karang, Kerajaan Sutan Muda, dan Kerajaan Muda dikeluarkan dari Sumatera Timur dan dimasukkan ke wilayah Provinsi Aceh oleh Belanda pada tahun 1900.
Kerajaan besar yang berstatus kesultanan dengan Kontrak Politik adalah: (1) Deli; (2) Asahan; (3) Siak; (4) Serdang; (5) Langkat; (6) Kualuh; (7) Pelalawan, sedang kerajaan-kerajaan dengan Pernyataan Pendek (Korte Verklaring), adalah: (8) Billah; (9) Gunung Sahilan; (10) Kedatukan Indrapura (Batubara); (11) Kepenuhan; (12) Kunto Darussalam; (13) Kotapinang; (14) IV Kota Rokan Kiri; (15) Kedatukan Lima puluh (Batubara); (16) Logas; (17) Panai; (18) Kedatukan Pesisir (Batubara); (19) Rambah; (20) Singingi; (21) Kedatukan Suku Dua (Batubara); (22) Tambusai; (23) Kedatukan Tanah Datar (Batubara).
Selanjutnya makalah ini dibagi menjadi 12 (dua belas) tulisan yang merupakan kesatuan dari seluruh rangkaian makalah bertajuk Kesultanan Melayu Di Sumatera Timur. Adapun masing-masing tulisan tesebut adalah sebagai berikut:
Khalik News
Tulisan ini berisi informasi tentang pertumbuhan 23 Kerajaan Melayu di Sumatera Timur dan Riau, baik yang kecil maupun yang besar. Dari sejarah kerajaan-kerajaan tersebut dapat dilihat terjadinya interaksi antar kerajaan, tentang nilai-nilai budayanya, dan tentang konsep politiknya. Informasi ini dapat dijadikan bahan untuk memetik potensi-potensi yang ada maupun mengetahui kelemahan-kelemahan yang membuat kerajaan-kerajaan tersebut mengalami kemunduran.
Pendahuluan
Ruang lingkup pembahasan makalah ini adalah Karesidenan Sumatera Timur (Residentie Oostkust van Sumatera) yang lepas dari Residensi Riau pada tahun 1873. Meskipun ruang lingkup ini sempit, namun Kerajaan Melayu yang akan disinggung cukup banyak, karena wilayah Karesidenan Sumatera Timur sebelum 1 Januari 1940 juga meliputi Kerajaan Siak, Pelalawan, Gunung Sahilan, Kepenuhan, Kunto Darussalam, Rokan IV Koto, Kampar Kiri, Rambah, Sengingi, Logas, dan Tambusai. Wilayah Kerajaan Melayu mulai dari Siak ke selatan. Pada tahun 1940 Kerajaan Melayu dipisahkan dari wilayah Karesidenan Sumatera Timur dan menjadi wilayah Kerajaan Melayu Riau. Oleh karena itu, pembatasan pembahasan Kerajaan-kerajaan Melayu di Sumatera Timur hanya sampai pada masa sebelum datangnya Jepang, yaitu sebelum tahun 1940.
Pada tahun 1915 kerajaan-kerajaan Melayu yang masuk wilayah Karesidenan Sumatera Timur menjadi wilayah Provinsi Sumatera Timur, dengan ibukota Medan. Empat Kerajaan Melayu di Temiang, yaitu Kerajaan Bendahara, Kerajaan Karang, Kerajaan Sutan Muda, dan Kerajaan Muda dikeluarkan dari Sumatera Timur dan dimasukkan ke wilayah Provinsi Aceh oleh Belanda pada tahun 1900.
Kerajaan besar yang berstatus kesultanan dengan Kontrak Politik adalah: (1) Deli; (2) Asahan; (3) Siak; (4) Serdang; (5) Langkat; (6) Kualuh; (7) Pelalawan, sedang kerajaan-kerajaan dengan Pernyataan Pendek (Korte Verklaring), adalah: (8) Billah; (9) Gunung Sahilan; (10) Kedatukan Indrapura (Batubara); (11) Kepenuhan; (12) Kunto Darussalam; (13) Kotapinang; (14) IV Kota Rokan Kiri; (15) Kedatukan Lima puluh (Batubara); (16) Logas; (17) Panai; (18) Kedatukan Pesisir (Batubara); (19) Rambah; (20) Singingi; (21) Kedatukan Suku Dua (Batubara); (22) Tambusai; (23) Kedatukan Tanah Datar (Batubara).
Selanjutnya makalah ini dibagi menjadi 12 (dua belas) tulisan yang merupakan kesatuan dari seluruh rangkaian makalah bertajuk Kesultanan Melayu Di Sumatera Timur. Adapun masing-masing tulisan tesebut adalah sebagai berikut:
- Kerajaan-Kerajaan Melayu Tua
- Pertentangan Aceh, Portugis, dan Imperium Melayu
- Lahirnya Kerajaan Di Pesisir Sumatera Timur
- Negeri-Negeri Batubara
- Wilayah Rokan Dan Timbulnya Perang Padri
- Pertentangan antara Inggeris dan Belanda
- Agresi Belanda Ke Sumatera Timur
- Reaksi Atas Pembukaan Tanah Perkebunan Di Deli
- Sistem Pemerintahan di Sumatera Timur
- Situasi Beberapa Kerajaan Di Sumatera Timur
- Sistem Peradilan Kerajaan Melayu Jaman Belanda
- Orang Melayu Dan Rajanya
Khalik News
Untuk mendapatan gambaran sebagaimana dimaksud oleh penulis, maka kami anjurkan agar Anda membaca bagian-bagian tulisan ini secara runtut sesuai nomor urutnya.
ReplyDeleteTerima ksih atas perhatiannya.
SEMOGA BERMANFAAT!
Mengikut nenek dan bapa saya...keluarga kami dari sumatera dan telah datang ke malaysia lebih kurang 100 tahun dahulu dan nenek kami dari keluarga raja-raja sumatera. Kami masih lagi menyimpan keris dari kerajaan sumatera hingga sekarang. tetapi kurang jelas dari kerajaan yang mana kerana dari apa yang ditulis terdapat banyak kerajaan di sumatera. adakah anda boleh membantu kami mencari asal usul keluarga kami?
ReplyDeleteTuan Anonimous,
ReplyDeleteTerima kasih atas pertanyaannya.
Tapi bagaimana saya dapat membantu tuan dalam usaha mencari susur galur keluarga dari 100 tahun silam, jika Tuan tidak meninggalkan contact address?
Bila Tuan kembali lagi nanti ke sini, mohon kesediaannya untuk meninggalkan alamat supaya dapat kita bincangkan hal ini lebih jauh.
Sekali lagi, terima kasih atas pertanyaannya.
Salam.
SIAPA MELAYU
ReplyDeleteOleh: Muhar Omtatok
Melayu secara puak (etnis, suku), bukan dilihat dari faktor genekologi seperti puak-puak lain. Di Malaysia, tetap mengaku berpuak Melayu walau moyang mereka berpuak Jawa, Mandailing, Bugis, Keling dan lainnya. beberapa tempat di Sumatera Utara, ada beberapa Komunitas keturunan Batak yang mengaku “Orang Kampong”- Puak Melayu. Ini semua karena diikat oleh kesamaan agama yaitu islam, Bahasa dan Adat Resam Melayu.
Orang Melayu memegang filsafat: “Berturai, Bergagan, Bersyahadat”.
Berturai bermakna mempunyai sopan santun baik bahasa dan perbuatan dan memegang teguh adat resam, menghargai orang yang datang,serta menerima pembaharuan tamaddun yang senonoh.
===========
TOK PAWANG
Pawang Bagi Orang Melayu Sumatera Utara bagian Timur
oleh: MUHAR OMTATOK
Batasan mengenai siapa itu Melayu acapkali saling tumpang tindih dan salah kaprah, hal ini terjadi karena adanya pengertian Melayu berdasarkan Bahasa, Ras, Etnis/Puak, atau ada juga berdasarkan religi yaitu Melayu sama dengan Islam.
Setelah pusat imperium melayu berada di Malaka 1400 M dan Parameshwara di-Islam-kan dari Pasai maka sejak itu terbentuk suatu image jati diri Etnis Melayu baru yang tidak terikat kepada faktor genekologis (pertautan darah) namun dipersatukan oleh faktor Adat Resam, Islam dan Bahasa. Melayu Sumatera Timur adalah Orang yang dipersatukan oleh faktor Adat Resam, Islam dan Bahasa Melayu di wilayah Tamiang (masuk dalam Propinsi NAD, berbatas dengan Sumut), beberapa tempat di Sumatera Utara seperti Langkat, Deli, Serdang, Batubara, Asahan, Kualuh, Panai, Bilah, Bedagai, Tebing Tinggi dan bahagian Riau seperti Siak Sri Indrapura.Orang Melayu Sumatera Timur terkenal sangat spiritual hidupnya, sehingga fungsi Tok Pawang sangat punya makna.
Tok Pawang bagi Orang Melayu Sumatera Timur adalah seseorang yang mempunyai talenta supranatural yang difungsikan dalam setiap mobilitas kehidupan Orang Melayu. Memindahkan hujan, Memindahkan makhluk halus, Meminak ikan dan sebagainya.
Dalam Masyarakat Melayu Sumatera Timur, Pawang, Tukang Ceritera, Tuan Guru mempunyai arti yang bisa disamakan dengan Tok Bomo ( dukun ).
Dalam Ritual Jamu Laut, Tulak Bala dan Tari Lukah misalnya, pemimpin ritual disebut Tok Pawang, dalam Ritual Mandi Berminyak disebut Tuan Guru atau Orang Pintar.
Kata Dukun sendiri, bagi Orang Melayu Sumatera Timur sering di tabalkan untuk Dukun Patah (tabib spesialis tulang), Dukun urut/ Tukang Kusuk (pemijat) atau Dukun Beranak (Bidan tradisional).
Di perkampungan yang sudah ada bidan, terkadang dukun beranak tetap difungsikan karena diyakini bahwa dukun beranak mempunyai kemahiran ganda yaitu membantu persalinan dan juga menguasai ilmu ghaib. Diyakini bahwa perempuan yg akan dan sedang menjalani persalinan sering diganggu makhluk gaib. Dukun Beranak membuat Buhul atau memotong & menyimpul tali pusat bayi lelaki dengan 7 dan bayi perempuan dengan bilangan 6 sebagai syarat tuah.
http://puakmelayu.wordpress.com/2008/12/29/tok-pawang/
http://puakmelayu.wordpress.com/category/uncategorized/
http://puakmelayu.blogspot.com/search/label/IKHWAL%20DAN%20SEJARAH%20MELAYU
http://puakmelayu.blogspot.com/
http://puakmelayu.blogspot.com/2008/12/siapa-agaknya-melayu-itu.html
Tah hapa hapa la komen orang diatas ini..
ReplyDelete