MAUMU APA, MALAYSIA?
Judul Buku: MAUMU APA, MALAYSIA?
(Konflik Indo-Malay dari kacamata seorang WNI di Malaysia)
Penulis: Genuk Ch. Lazuardi
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Cetakan : Pertama, November 2009
Tebal : xxii + 200 halaman
Tahukan anda pada tahun 2008 terdapat 35.000 warga Aceh yang menerima kartu tsunami 2005 dari pemerintah Malaysia? Dengan memegang kartu itu mereka diperbolehkan mengungsi dan tinggal di Malaysia. Para pengungsi ini seharusnya sudah meninggalkan Malaysia pada 2007 (Karena izin tinggalnya hanya berlaku selama 2 tahun). Tapi ternyata mereka betah di Malaysia. Berkat lobi mereka dan dukungan dari mantan warga Aceh yang menjadi pejabat di Malaysia akhirnya izin tinggal diperpanjang hingga 2008. Namun sampai 2009 pun masih ada 24.000 warga Aceh pemegang kartu pengungsi yang diperpajang lagi izin tinggalnya di negeri Jiran ini.
Di Malaysia mereka dibebaskan untuk bekerja mulai dari kerja kantoran sampai pedagang kaki lima. Itulah salah satu data dan fakta yang diungkapkan buku ini. Data dan fakta semacam ini jarang sekali diberitakan oleh media-media di Indonesia. Pemberitaan seputar perilaku Malaysia terhadap Indonesia lebih banyak yang bersifat buruk saja seperti penyiksaan TKI, pemukulan wasit karate, isu klaim budaya, pelanggaran batas wilayah, gembong teroris sampai drama penculikan model Indonesia oleh Pangeran Kelantan.
Akibat pemberitaan-pemberitaan buruk tersebut maka timbul pertanyaan-pertanyaan sinis dari orang Indonesia terhadap negeri jiran. "Apa sih maunya Malaysia?"
Genuk Ch. Lazuardi seorang mantan wartawati yang ikut suaminya yang bertugas di Malaysia mencoba menjawab pertanyaan sinis warga Indonesia nun jauh di sana. Dari jarak dekat ia menilai sendiri seperti apa sebenarnya Malaysia dan bagaimana mereka mempelakukan orang Indonesia. Ternyata citra Malaysia tidak seburuk yang ditampilkan oleh media-media di Indonesia. Data dan fakta lain yang diungkapkan di buku ini adalah bahwa sesungguhnya begitu banyak keturunan Indonesia di Malaysia, terutama dari suku Jawa, Sunda, Minang, Aceh dan Bugis. Hal inilah yang menyebabkan Malaysia juga merasa memiliki budaya-budaya yang berasal dari Indonesia. Makanan-makanan Indonesia pun sudah sangat familiar di lidah orang Malaysia karena sebelum kedua negara terbentuk sampai sekarang, perantau asal Indonesia sudah menjadi bagian dari kehidupan warga Malaysia.
Bab lain memaparkan tentang kisah-kisah pekerja asal Indonesia yang ternyata tidak hanya TKI yang memang mendapat predikat 3D (Dirty, Difficult & Dangerous). Terdapat juga kaum ekspat Indonesia yang menempati posisi penting di perusahaan-perusahaan minyak, komputer atau bekerja sebagai dosen. Citra kaum ekspat ini jauh lebih baik ketimbang citra TKI, namun karena mereka tidak memiliki "bad news" untuk dijual maka media jarang mengeksposnya.
Buku ini bukanlah solusi singkat bagi perbaikan hubungan Indonesia-Malaysia. Buku ini hanyalah langkah awal atau pembuka cakrawala bagi orang Indonesia yang selama ini hanya mengenal Malaysia lewat pemberitaan media-media Indonesia. Maka tugas kita selanjutnya adalah menyebarkan ide-ide baik yang ada di buku ini. Kita memang harus lebih mengenal tetangga kita sendiri apabila kita ingin rasa sayang antar kedua negeri bisa tumbuh karena seperti kata pepatah "tak kenal maka tak sayang."
Salam Damai, SaM-SaI (Sayang Malaysia, Sayang Indonesia)
Dari Tengku Dhani Iqbal, Sumber: Group Facebook: Sayang Malaysia, Sayang Indonesia
Baca juga:
- Masyarakat Melayu Malaysia
- Malaysia-Indonesia, Siapa Yang Diuntungkan?
- Hubungan Pelik Pasca Kolonial
- Kesultanan Johor-Riau-Lingga
- Kerajaan Melayu Riau, Bagian dari Sejarah Indonesia Atau Malaysia?
- Prof. Dr. Nik Anuar: “Ada Kuasa Besar Halangi Terbentuknya Melayu Raya”
- resensi buku ini versi resensibuku.com
buku yang bagus,,, bukan sekedar cerita fiktif,,,namun apa benar juga itu faktanya
ReplyDelete