Kerajaan-Kerajaan Melayu Tua
Oleh T. Luckman Sinar Basyarsyah II
Kurun waktu berdiamnya orang-orang Melayu di wilayah pesisir bagian timur Sumatera sulit untuk dipastikan. Kita hanya mendengar bahwa pada masa lalu seorang raja dari India Selatan yang bernama Rajendra Cola Dewa I pada tahun 1011 M menyerang Sriwijaya dan negeri-negeri lainnya di Semenanjung Tanah Melayu dan di Sumatera. Penyerangan tokoh “Raja Sunan” ini diungkapkan dalam Sejarah Melayu (cerita ke-1). Kerajaan-kerajaan Melayu yang termasuk tua adalah sebagai berikut:
Panai
Dalam suatu inskripsi di Tanjore terdapat daftar nama-nama negeri yang ditaklukkan oleh “Raja Sunan”, di antaranya adalah Kerajaan Panai (with water in its bathing ghats, ‘lapang yang cukup diairi sungai-sungai‘). Pusat Kerajaan Panai purba terletak di antara aliran Sungai Barumun dan Sungai Panai. Di wilayah tersebut terdapat peninggalan candi Hindu aliran Tantrik Bhainawa. Candi dibangun pada masa setelah penyerangan Cola (1025 M) sampai dengan masa pendudukan Majapahit (1365 M), yang kemudian merebut Panai (lihat Negarakertagama). Meskipun biara-biara itu tidak meninggalkan nama raja-raja dan peristiwa sejarah, tetapi inskripsi yang ditemukan memakai tulisan Melayu kuno, seperti yang terdapat di dinding Candi Sitopayan, yang bertulisan “berbuat biyna” dan inskripsi Gunung Tua (1024 M) yang bertulisan “Juru Pandai suryyaberbwat bhatara lokanata”. Inskripsi ini menunjukkan bahwa penguasa yang memerintahkan pembuatan candi adalah orang Melayu, sebagaimana dikatakan oleh Dr. Schnitger dalam bukunya The Forgotten Kingdoms in Sumatera.
Haru
Kerajaan Melayu tua lainnya adalah Kerajaan Haru atau Aru. Menurut kisah dalam Hikayat Raja-raja Pasai dan dalam Sejarah Melayu, kerajaan tersebut diislamkan oleh Nakhoda Ismail dan Fakir Muhammad. Keduanya merupakan rombongan dari Madinah dan Malabar, yang juga mengislamkan Merah Silu, Raja Samudra Pasai, pada pertengahan abad ke-13. Marco Polo sempat bertemu Malikulsaleh yang terkenal dengan nama Merah Silu pada tahun 1292 M. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa Haru setidak-tidaknya sudah Islam sejak akhir abad ke-13 M (Sinar, 1981b: 29–31).
Kerajaan Haru meliputi wilayah pesisir Sumatera Timur, yaitu dari batas Temiang sampai Sungai Rokan. Kerajaan ini sudah beberapa kali mengirim misi ke Tiongkok. Yang pertama di tahun 1282 M, pada zaman pemerintahan Kubilai Khan (Sinar, 1976). Hasil-hasil penggalian di kota Cina (Labuhan Deli) juga membuktikan bahwa wilayah itu merupakan wilayah ekonomi yang potensial untuk berdagang dengan Cina (Krisnon dan Sinar, 1974). Kerajaan Haru juga pernah ditaklukkan oleh Kertanegara dalam ekspedisi Pamalayu (1292). Dalam Pararaton ditulis “Haru yang bermusuhan”. Akan tetapi setelah itu Haru pulih kembali dan menjadi makmur, sebagaimana dicatat oleh orang Persia, Fadiunllan bin Abdul Kadir Rashiduddin dalam bukunya Jamiul Tawarikh pada tahun 1310 M. Haru kemudian ditaklukkan Majapahit (1365), seperti tertera dalam syair Negarakertagama seloka 13: 1. Selain itu, Haru (Harw) juga ditaklukkan Panai (Pane) dan Kompai (Kampe) di Teluk Haru. Dalam laporan Tiongkok abad ke-5 juga disebutkan bahwa Haru (kerajaan Islam) berkali-kali mengirim misi ke Cina (Ma Huan, 1451: 7919). Laporan-laporan Cina dan laporan-laporan Portugis menunjukkan bahwa pusat Kerajaan Haru berada di sekitar Sungai Deli. Di sana terdapat bendera Cina dan Medina (Medan), sebagaimana yang disebut oleh Laksamana Turki Ali dalam Al Muhit (Ferrand, 1914: 42).
Pada abad ke-15 Haru sudah menjadi kerajaan terbesar di Sumatera dan ingin menguasai lalu lintas perdagangan di Selat Melaka. Oleh karena itu, Haru menduduki Pasai dan menyerang Melaka berkali-kali, seperti disebut dalam Sejarah Melayu. Menurut Sejarah Melayu (cerita ke-13), kebesaran Kerajaan Haru setaraf dengan Melaka dan Pasai, sehingga masing-masing menyebut dirinya “adinda”. Semua surat dari Haru yang datang ke Melaka harus disambut dengan upacara kebesaran negara. Kebesaran Haru juga diakui oleh Portugis (Ferrand, 1914: 484–541). Portugis berusaha menjalin persahabatan dengan Haru agar terjadi pertentangan dengan Pasai dan Melayu Melaka. Akan tetapi ketika bekas Sultan Melaka (Sultan Mahmudsyah I) diserang oleh Portugis di pengungsiannya di Bintan, Sultan Haru bersama Sultan Husin datang membantu Melaka. Oleh karena itu, Sultan Haru dinikahkan dengan putri sultan yang bernama Raja pada tahun 1520 M. Ribuan orang dari Johor dan Bintan berangkat mengiringi tuan putri kesayangan Sultan Mahmudsyah itu pindah ke Haru. Hal ini memperkuat proses Melayunisasi di Haru (Mills, 1925: 31–39). Kedatangan ratusan abdi Kraton Melayu dari Bintan mempercepat proses Melayunisasi di Haru. Hubungan mesra antara Haru dengan Imperium Melayu di Riau-Johor membawa malapetaka bagi kedua kerajaan, karena Imperium Aceh yang muncul kemudian merasa tersinggung.
Dalam Sejarah Melayu (cerita ke-24) disebutkan bahwa pada periode 1477-1488 M. Haru dipimpin oleh Maharaja diraja, Putra Sultak Sujak, “yang turun daripada Batak Hilir di kota Hulu, Batak Hulu, di kota Hilir”, atau mungkin saja kata “Batak” sengaja dihilangkan untuk menghindarkan anggapan penghinaan karena nama “Batak” menunjuk pada daerah pedalaman yang pada masa itu masih terbelakang dan belum Islam. Dengan kalimat itu dimaksudkan supaya daerah yang terletak di pesisir menjadi Melayu (masuk Melayu; masuk Islam). Adapun di antara nama pembesar-pembesar Haru yang disebut Sejarah Melayu, seperti nama Serbayaman Raja Purba, Raja Kembat, merupakan nama yang mirip dengan nama-nama Karo. Di Hulu Deli ada daerah bernama Urung Serbayaman, yang merupakan nama salah satu Raja Urung Melayu di Deli yang berasal dari Karo.
Siak
Nama Siak sudah tercantum dalam Negarakertagama sebagai daerah yang ditaklukkan Majapahit pada tahun 1365 M. Pada mulanya Raja Siak mengaku sebagai keturunan Nila Pahlawan, saudara Nila Utama, yaitu makhluk yang turun di Bukit Siguntang Mahameru. Pada masa pemerintahan Sultan Mansyursyah Akbar (1458–1477 M)di Melaka, kerajaan Siak diperintah seorang raja yang masih beragama Hindu bernama Maharaja Permaisura. Siak ditaklukkan oleh ekspedisi militer Melaka yang dikepalai oleh Khoja Baba yang berasal dari India dan bergelar Ichtiar Muluk.
Putra Maharaja Permaisura yang bernama Megat Kudu diislamkan dan dinikahkan dengan Raja Dewi, putri Raja Melaka, kemudian dinobatkan/ditabalkan sebagai Sultan Siak bergelar Sultan Ibrahim. Dari pernikahan ini lahir putranya yang bernama Abdullah dan bergelar Sultan Khoja Ahmadsyah. Sultan Ahmadsyah menggantikan ayahnya sebagai Raja Siak. Raja Abdullah berputra tiga orang, yaitu Raja Jamal, Biyazid, dan Raja Isap. Jamal dan Biyazid tinggal di Bintan. Biyazid kemudian bergelar Gocah Pahlawan, yang merupakan gelar Laksamana Khoja Bintan. Raja Isap kemudian bergelar Marhom Kasab dan menikah dengan Putri Fatimah, anak Sultan Mansursyah atau cucu Raja Sulong bin Raja Mahmud (Ahmad), yang merupakan cikal bakal dinasti Sultan Perak yang awalnya diangkat oleh Aceh.
Pada saat Melaka diperintah Sultan Alauddin Riayatsyah I, Raja Siak ingin melepaskan diri dari Melaka dengan cara menghukum mati seorang terpidana tanpa meminta izin Melaka. Mendengar kejadian ini Sultan Melaka mengirim Laksamana Hang Tuah yang kemudian menuding Bendahara Siak Tun Jana Pakibul di depan majelis sambil berkata, “Tuanku, nampak-nampaknya di sekeliling Tuanku, orang-orang tua yang tidak tahu adat, tidak ingat semua hukuman bunuh harus minta izin Melaka dahulu”. Raja Siak lalu meminta maaf.
Rokan
Rokan merupakan kerajaan Melayu tua yang terletak di Sumatera Timur. Dalam Sejarah Melayu disebutkan bahwa putra dan pengganti Sultan Maharaja Muhammadsyah Melaka bernama Raja Ibrahim yang sejak kecil dipengaruhi oleh nenek dari pihak ibu, yaitu Raja Rokan, sehingga ketika menjadi raja bergelar Sultan Sri Parameswara Dewa Syah (1445–1450 M). Ketika ia masih kecil pemerintahan dipangku oleh neneknya, Raja Rokan, yang konon bertindak sesuka hatinya sehingga dibenci Melaka. Saudara sultan bernama Raja Kasim. Dengan restu Bendahara, dia merebut tahta dan membunuh Sri Parameswara Dewa Syah dan neneknya. Setelah itu Bendahara memproklamasikan dirinya menjadi Raja Melaka dan bergelar Sultan Muzafansyah (1450–1458 M).
Kampar
Negeri lain di Sumatera Timur yang termasuk tua adalah Kampar. Kampar ditaklukkan oleh Melaka di bawah pimpinan Tun Mutahir dan harus menerima instruksi langsung dari Melaka. Kampar sangat strategis, karena merupakan jalur lalu lintas pengiriman emas dan lada dari Minangkabau. Dalam Sejarah Melayu diberitakan bahwa kakak Sultan Mahmudsyah Melaka, yaitu Sultan Munawarsyah, telah diangkat menjadi Raja Kampar pada tahun 1505 M. Dia kemudian mangkat dan digantikan oleh putranya yang bergelar Sultan Abdullah. Kampar yang dimaksudkan adalah Pelalawan yang kerajaannya berkedudukan di Pekan Tua. Pada mulanya yang menjadi raja adalah Maharaja Jaya yang beragama Hindu. Menurut legenda rakyat, negeri itu dulu didirikan oleh Maharaja Dinso (Fals, 1882).
Sultan Abdullah Kampar kemudian menjadi menantu Sultan Mahmudsyah Melaka. Walaupun menantu, dia tidak setia. Saat Portugis menyerang dan menguasai Melaka pada tahun 1511 M dan mertuanya menjadi buronan Portugis, Sultan Abdullah malah berbaikan dengan Portugis yang kemudian mengangkatnya sebagai Bendahara orang-orang asing di Melaka.
Sultan Mahmudsyah yang saat itu bersemayam di Bintan mengirim armada yang dikepalai menantunya yang lain, Raja Lingga, tetapi Kampar diselamatkan oleh armada Portugis di bawah pimpinan Jorge Botelho, dan langsung mengungsikan Abdullah ke Melaka. Kemudian Sultan Mahmudsyah menyebarkan kabar angin ke Melaka, seakan-akan Abdullah secara rahasia mempersiapkan pemberontakan terhadap Portugis. Mendengar berita ini orang Portugis curiga dan termakan kabar tersebut, sehingga Abdullah ditangkap dan dihukum gantung di Malaka. Kejadian ini membuktikan ketidaksetiaan Portugis dan merupakan tamsil bagi Gubernur Jenderal Belanda, Pieter Both seperti termuat dalam suratnya kepada Sultan Tidore tahun 1612 (Verhoeff, 1645). Sultan Mahmudsyah dikejar-kejar Portugis dari Bintan, sehingga ia harus bertahan di Kampar (Pelalawan) sampai mangkatnya pada tahun 1528 M (Marhum Kampar).
Sumber: Khalik News
Kurun waktu berdiamnya orang-orang Melayu di wilayah pesisir bagian timur Sumatera sulit untuk dipastikan. Kita hanya mendengar bahwa pada masa lalu seorang raja dari India Selatan yang bernama Rajendra Cola Dewa I pada tahun 1011 M menyerang Sriwijaya dan negeri-negeri lainnya di Semenanjung Tanah Melayu dan di Sumatera. Penyerangan tokoh “Raja Sunan” ini diungkapkan dalam Sejarah Melayu (cerita ke-1). Kerajaan-kerajaan Melayu yang termasuk tua adalah sebagai berikut:
Panai
Dalam suatu inskripsi di Tanjore terdapat daftar nama-nama negeri yang ditaklukkan oleh “Raja Sunan”, di antaranya adalah Kerajaan Panai (with water in its bathing ghats, ‘lapang yang cukup diairi sungai-sungai‘). Pusat Kerajaan Panai purba terletak di antara aliran Sungai Barumun dan Sungai Panai. Di wilayah tersebut terdapat peninggalan candi Hindu aliran Tantrik Bhainawa. Candi dibangun pada masa setelah penyerangan Cola (1025 M) sampai dengan masa pendudukan Majapahit (1365 M), yang kemudian merebut Panai (lihat Negarakertagama). Meskipun biara-biara itu tidak meninggalkan nama raja-raja dan peristiwa sejarah, tetapi inskripsi yang ditemukan memakai tulisan Melayu kuno, seperti yang terdapat di dinding Candi Sitopayan, yang bertulisan “berbuat biyna” dan inskripsi Gunung Tua (1024 M) yang bertulisan “Juru Pandai suryyaberbwat bhatara lokanata”. Inskripsi ini menunjukkan bahwa penguasa yang memerintahkan pembuatan candi adalah orang Melayu, sebagaimana dikatakan oleh Dr. Schnitger dalam bukunya The Forgotten Kingdoms in Sumatera.
Haru
Kerajaan Melayu tua lainnya adalah Kerajaan Haru atau Aru. Menurut kisah dalam Hikayat Raja-raja Pasai dan dalam Sejarah Melayu, kerajaan tersebut diislamkan oleh Nakhoda Ismail dan Fakir Muhammad. Keduanya merupakan rombongan dari Madinah dan Malabar, yang juga mengislamkan Merah Silu, Raja Samudra Pasai, pada pertengahan abad ke-13. Marco Polo sempat bertemu Malikulsaleh yang terkenal dengan nama Merah Silu pada tahun 1292 M. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa Haru setidak-tidaknya sudah Islam sejak akhir abad ke-13 M (Sinar, 1981b: 29–31).
Kerajaan Haru meliputi wilayah pesisir Sumatera Timur, yaitu dari batas Temiang sampai Sungai Rokan. Kerajaan ini sudah beberapa kali mengirim misi ke Tiongkok. Yang pertama di tahun 1282 M, pada zaman pemerintahan Kubilai Khan (Sinar, 1976). Hasil-hasil penggalian di kota Cina (Labuhan Deli) juga membuktikan bahwa wilayah itu merupakan wilayah ekonomi yang potensial untuk berdagang dengan Cina (Krisnon dan Sinar, 1974). Kerajaan Haru juga pernah ditaklukkan oleh Kertanegara dalam ekspedisi Pamalayu (1292). Dalam Pararaton ditulis “Haru yang bermusuhan”. Akan tetapi setelah itu Haru pulih kembali dan menjadi makmur, sebagaimana dicatat oleh orang Persia, Fadiunllan bin Abdul Kadir Rashiduddin dalam bukunya Jamiul Tawarikh pada tahun 1310 M. Haru kemudian ditaklukkan Majapahit (1365), seperti tertera dalam syair Negarakertagama seloka 13: 1. Selain itu, Haru (Harw) juga ditaklukkan Panai (Pane) dan Kompai (Kampe) di Teluk Haru. Dalam laporan Tiongkok abad ke-5 juga disebutkan bahwa Haru (kerajaan Islam) berkali-kali mengirim misi ke Cina (Ma Huan, 1451: 7919). Laporan-laporan Cina dan laporan-laporan Portugis menunjukkan bahwa pusat Kerajaan Haru berada di sekitar Sungai Deli. Di sana terdapat bendera Cina dan Medina (Medan), sebagaimana yang disebut oleh Laksamana Turki Ali dalam Al Muhit (Ferrand, 1914: 42).
Pada abad ke-15 Haru sudah menjadi kerajaan terbesar di Sumatera dan ingin menguasai lalu lintas perdagangan di Selat Melaka. Oleh karena itu, Haru menduduki Pasai dan menyerang Melaka berkali-kali, seperti disebut dalam Sejarah Melayu. Menurut Sejarah Melayu (cerita ke-13), kebesaran Kerajaan Haru setaraf dengan Melaka dan Pasai, sehingga masing-masing menyebut dirinya “adinda”. Semua surat dari Haru yang datang ke Melaka harus disambut dengan upacara kebesaran negara. Kebesaran Haru juga diakui oleh Portugis (Ferrand, 1914: 484–541). Portugis berusaha menjalin persahabatan dengan Haru agar terjadi pertentangan dengan Pasai dan Melayu Melaka. Akan tetapi ketika bekas Sultan Melaka (Sultan Mahmudsyah I) diserang oleh Portugis di pengungsiannya di Bintan, Sultan Haru bersama Sultan Husin datang membantu Melaka. Oleh karena itu, Sultan Haru dinikahkan dengan putri sultan yang bernama Raja pada tahun 1520 M. Ribuan orang dari Johor dan Bintan berangkat mengiringi tuan putri kesayangan Sultan Mahmudsyah itu pindah ke Haru. Hal ini memperkuat proses Melayunisasi di Haru (Mills, 1925: 31–39). Kedatangan ratusan abdi Kraton Melayu dari Bintan mempercepat proses Melayunisasi di Haru. Hubungan mesra antara Haru dengan Imperium Melayu di Riau-Johor membawa malapetaka bagi kedua kerajaan, karena Imperium Aceh yang muncul kemudian merasa tersinggung.
Dalam Sejarah Melayu (cerita ke-24) disebutkan bahwa pada periode 1477-1488 M. Haru dipimpin oleh Maharaja diraja, Putra Sultak Sujak, “yang turun daripada Batak Hilir di kota Hulu, Batak Hulu, di kota Hilir”, atau mungkin saja kata “Batak” sengaja dihilangkan untuk menghindarkan anggapan penghinaan karena nama “Batak” menunjuk pada daerah pedalaman yang pada masa itu masih terbelakang dan belum Islam. Dengan kalimat itu dimaksudkan supaya daerah yang terletak di pesisir menjadi Melayu (masuk Melayu; masuk Islam). Adapun di antara nama pembesar-pembesar Haru yang disebut Sejarah Melayu, seperti nama Serbayaman Raja Purba, Raja Kembat, merupakan nama yang mirip dengan nama-nama Karo. Di Hulu Deli ada daerah bernama Urung Serbayaman, yang merupakan nama salah satu Raja Urung Melayu di Deli yang berasal dari Karo.
Siak
Nama Siak sudah tercantum dalam Negarakertagama sebagai daerah yang ditaklukkan Majapahit pada tahun 1365 M. Pada mulanya Raja Siak mengaku sebagai keturunan Nila Pahlawan, saudara Nila Utama, yaitu makhluk yang turun di Bukit Siguntang Mahameru. Pada masa pemerintahan Sultan Mansyursyah Akbar (1458–1477 M)di Melaka, kerajaan Siak diperintah seorang raja yang masih beragama Hindu bernama Maharaja Permaisura. Siak ditaklukkan oleh ekspedisi militer Melaka yang dikepalai oleh Khoja Baba yang berasal dari India dan bergelar Ichtiar Muluk.
Putra Maharaja Permaisura yang bernama Megat Kudu diislamkan dan dinikahkan dengan Raja Dewi, putri Raja Melaka, kemudian dinobatkan/ditabalkan sebagai Sultan Siak bergelar Sultan Ibrahim. Dari pernikahan ini lahir putranya yang bernama Abdullah dan bergelar Sultan Khoja Ahmadsyah. Sultan Ahmadsyah menggantikan ayahnya sebagai Raja Siak. Raja Abdullah berputra tiga orang, yaitu Raja Jamal, Biyazid, dan Raja Isap. Jamal dan Biyazid tinggal di Bintan. Biyazid kemudian bergelar Gocah Pahlawan, yang merupakan gelar Laksamana Khoja Bintan. Raja Isap kemudian bergelar Marhom Kasab dan menikah dengan Putri Fatimah, anak Sultan Mansursyah atau cucu Raja Sulong bin Raja Mahmud (Ahmad), yang merupakan cikal bakal dinasti Sultan Perak yang awalnya diangkat oleh Aceh.
Pada saat Melaka diperintah Sultan Alauddin Riayatsyah I, Raja Siak ingin melepaskan diri dari Melaka dengan cara menghukum mati seorang terpidana tanpa meminta izin Melaka. Mendengar kejadian ini Sultan Melaka mengirim Laksamana Hang Tuah yang kemudian menuding Bendahara Siak Tun Jana Pakibul di depan majelis sambil berkata, “Tuanku, nampak-nampaknya di sekeliling Tuanku, orang-orang tua yang tidak tahu adat, tidak ingat semua hukuman bunuh harus minta izin Melaka dahulu”. Raja Siak lalu meminta maaf.
Rokan
Rokan merupakan kerajaan Melayu tua yang terletak di Sumatera Timur. Dalam Sejarah Melayu disebutkan bahwa putra dan pengganti Sultan Maharaja Muhammadsyah Melaka bernama Raja Ibrahim yang sejak kecil dipengaruhi oleh nenek dari pihak ibu, yaitu Raja Rokan, sehingga ketika menjadi raja bergelar Sultan Sri Parameswara Dewa Syah (1445–1450 M). Ketika ia masih kecil pemerintahan dipangku oleh neneknya, Raja Rokan, yang konon bertindak sesuka hatinya sehingga dibenci Melaka. Saudara sultan bernama Raja Kasim. Dengan restu Bendahara, dia merebut tahta dan membunuh Sri Parameswara Dewa Syah dan neneknya. Setelah itu Bendahara memproklamasikan dirinya menjadi Raja Melaka dan bergelar Sultan Muzafansyah (1450–1458 M).
Kampar
Negeri lain di Sumatera Timur yang termasuk tua adalah Kampar. Kampar ditaklukkan oleh Melaka di bawah pimpinan Tun Mutahir dan harus menerima instruksi langsung dari Melaka. Kampar sangat strategis, karena merupakan jalur lalu lintas pengiriman emas dan lada dari Minangkabau. Dalam Sejarah Melayu diberitakan bahwa kakak Sultan Mahmudsyah Melaka, yaitu Sultan Munawarsyah, telah diangkat menjadi Raja Kampar pada tahun 1505 M. Dia kemudian mangkat dan digantikan oleh putranya yang bergelar Sultan Abdullah. Kampar yang dimaksudkan adalah Pelalawan yang kerajaannya berkedudukan di Pekan Tua. Pada mulanya yang menjadi raja adalah Maharaja Jaya yang beragama Hindu. Menurut legenda rakyat, negeri itu dulu didirikan oleh Maharaja Dinso (Fals, 1882).
Sultan Abdullah Kampar kemudian menjadi menantu Sultan Mahmudsyah Melaka. Walaupun menantu, dia tidak setia. Saat Portugis menyerang dan menguasai Melaka pada tahun 1511 M dan mertuanya menjadi buronan Portugis, Sultan Abdullah malah berbaikan dengan Portugis yang kemudian mengangkatnya sebagai Bendahara orang-orang asing di Melaka.
Sultan Mahmudsyah yang saat itu bersemayam di Bintan mengirim armada yang dikepalai menantunya yang lain, Raja Lingga, tetapi Kampar diselamatkan oleh armada Portugis di bawah pimpinan Jorge Botelho, dan langsung mengungsikan Abdullah ke Melaka. Kemudian Sultan Mahmudsyah menyebarkan kabar angin ke Melaka, seakan-akan Abdullah secara rahasia mempersiapkan pemberontakan terhadap Portugis. Mendengar berita ini orang Portugis curiga dan termakan kabar tersebut, sehingga Abdullah ditangkap dan dihukum gantung di Malaka. Kejadian ini membuktikan ketidaksetiaan Portugis dan merupakan tamsil bagi Gubernur Jenderal Belanda, Pieter Both seperti termuat dalam suratnya kepada Sultan Tidore tahun 1612 (Verhoeff, 1645). Sultan Mahmudsyah dikejar-kejar Portugis dari Bintan, sehingga ia harus bertahan di Kampar (Pelalawan) sampai mangkatnya pada tahun 1528 M (Marhum Kampar).
- Kesultanan Melayu Di Sumatera Timur
- Kerajaan-Kerajaan Melayu Tua
- Pertentangan Aceh, Portugis, dan Imperium Melayu
- Lahirnya Kerajaan Di Pesisir Sumatera Timur
- Negeri-Negeri Batubara
- Wilayah Rokan Dan Timbulnya Perang Padri
- Pertentangan antara Inggeris dan Belanda
- Agresi Belanda Ke Sumatera Timur
- Reaksi Atas Pembukaan Tanah Perkebunan Di Deli
- Sistem Pemerintahan di Sumatera Timur
- Situasi Beberapa Kerajaan Di Sumatera Timur
- Sistem Peradilan Kerajaan Melayu Jaman Belanda
- Orang Melayu Dan Rajanya
Sumber: Khalik News
SIAPA MELAYU
ReplyDeleteOleh: Muhar Omtatok
Melayu secara puak (etnis, suku), bukan dilihat dari faktor genekologi seperti puak-puak lain. Di Malaysia, tetap mengaku berpuak Melayu walau moyang mereka berpuak Jawa, Mandailing, Bugis, Keling dan lainnya. beberapa tempat di Sumatera Utara, ada beberapa Komunitas keturunan Batak yang mengaku “Orang Kampong”- Puak Melayu. Ini semua karena diikat oleh kesamaan agama yaitu islam, Bahasa dan Adat Resam Melayu.
Orang Melayu memegang filsafat: “Berturai, Bergagan, Bersyahadat”.
Berturai bermakna mempunyai sopan santun baik bahasa dan perbuatan dan memegang teguh adat resam, menghargai orang yang datang,serta menerima pembaharuan tamaddun yang senonoh.
===========
TOK PAWANG
Pawang Bagi Orang Melayu Sumatera Utara bagian Timur
oleh: MUHAR OMTATOK
Batasan mengenai siapa itu Melayu acapkali saling tumpang tindih dan salah kaprah, hal ini terjadi karena adanya pengertian Melayu berdasarkan Bahasa, Ras, Etnis/Puak, atau ada juga berdasarkan religi yaitu Melayu sama dengan Islam.
Setelah pusat imperium melayu berada di Malaka 1400 M dan Parameshwara di-Islam-kan dari Pasai maka sejak itu terbentuk suatu image jati diri Etnis Melayu baru yang tidak terikat kepada faktor genekologis (pertautan darah) namun dipersatukan oleh faktor Adat Resam, Islam dan Bahasa. Melayu Sumatera Timur adalah Orang yang dipersatukan oleh faktor Adat Resam, Islam dan Bahasa Melayu di wilayah Tamiang (masuk dalam Propinsi NAD, berbatas dengan Sumut), beberapa tempat di Sumatera Utara seperti Langkat, Deli, Serdang, Batubara, Asahan, Kualuh, Panai, Bilah, Bedagai, Tebing Tinggi dan bahagian Riau seperti Siak Sri Indrapura.Orang Melayu Sumatera Timur terkenal sangat spiritual hidupnya, sehingga fungsi Tok Pawang sangat punya makna.
Tok Pawang bagi Orang Melayu Sumatera Timur adalah seseorang yang mempunyai talenta supranatural yang difungsikan dalam setiap mobilitas kehidupan Orang Melayu. Memindahkan hujan, Memindahkan makhluk halus, Meminak ikan dan sebagainya.
Dalam Masyarakat Melayu Sumatera Timur, Pawang, Tukang Ceritera, Tuan Guru mempunyai arti yang bisa disamakan dengan Tok Bomo ( dukun ).
Dalam Ritual Jamu Laut, Tulak Bala dan Tari Lukah misalnya, pemimpin ritual disebut Tok Pawang, dalam Ritual Mandi Berminyak disebut Tuan Guru atau Orang Pintar.
Kata Dukun sendiri, bagi Orang Melayu Sumatera Timur sering di tabalkan untuk Dukun Patah (tabib spesialis tulang), Dukun urut/ Tukang Kusuk (pemijat) atau Dukun Beranak (Bidan tradisional).
Di perkampungan yang sudah ada bidan, terkadang dukun beranak tetap difungsikan karena diyakini bahwa dukun beranak mempunyai kemahiran ganda yaitu membantu persalinan dan juga menguasai ilmu ghaib. Diyakini bahwa perempuan yg akan dan sedang menjalani persalinan sering diganggu makhluk gaib. Dukun Beranak membuat Buhul atau memotong & menyimpul tali pusat bayi lelaki dengan 7 dan bayi perempuan dengan bilangan 6 sebagai syarat tuah.
http://puakmelayu.wordpress.com/2008/12/29/tok-pawang/
http://puakmelayu.wordpress.com/category/uncategorized/
http://puakmelayu.blogspot.com/search/label/IKHWAL%20DAN%20SEJARAH%20MELAYU
http://puakmelayu.blogspot.com/
http://puakmelayu.blogspot.com/2008/12/siapa-agaknya-melayu-itu.html
“PERJALANAN SIMALUNGUN/DAMANIK DALAM TINJAUAN HABONARON”
ReplyDeleteDecember 7, 2010
Oleh M Muhar Omtatok
A.1. DINASTI NAGUR
Bangsa Timur yang selanjutnya disebut Simalungun, telah melakukan perjalanan panjang dalam tata nilai kepemerintahan dan civilisasi. Setidaknya sejak era Dinasti Nagur – Dinasti Damanik dan Silau –Tua/Batang Hiou – Dinasti Saragih (Harajaon na Dua – Kerajaan Nan Dua, Parpandanan Na Bolag, Deisa na Ualuh).
Selanjutnya Kerajaan nan Empat (Harajaon na Opat) yaitu Kerajaan Siantar (morga Damanik), Panai (morga Purba Dasuha), Silau (morga Purba Tambak) dan Tanoh Jawa (morga Sinaga).
Hingga era Kerajaan nan Tujuh (Harajaon na Pitu) yaitu kerajaan Siantar (Morga Damanik), Panai (morga Purba Dasuha), Silau (morga Purba Tambak), Tanoh Jawa (morga Sinaga), Raya (morga Saragih Garingging), Purba (morga Purba Pakpak) dan Silimakuta (morga [Purba] Girsang). Serta kerajaan-kerajaan Simalungun lain, baik yang berada di wilayah Simalungun kini, Serdang Bedagai maupun di wilayah Deli Serdang sekarang.
Perjalanan panjang historical dan tamaddun Hasimalungunan ini, menjadi bukti ketuaan sejarah dan peradaban Simalungun yang bukan sempalan Bangso Simbalog (etnis lain).
Kerajaan Nagur mendominasi wilayah Simalungun dan sepanjang pantai utara, yang terbentang luas dari pantai barat berbatas dengan lautan Hindia, sampai keselah Timur dengan Selat Malaka, dari sebelah Utara berbatas dengan wilayah yang disebut Jayu sampai berpatas dengan Danau Toba di selatan.
Menurut Hikayat dalam Pustaha Parpadanan Na Bolag, Kerajaan Nagur digambarkan sebagai satu kerajaan yang kaya dan jaya, dengan Pamatang (ibu negeri) mempunyai benteng yang kuat, berpagar besi, pintu gerbang disebut layar-layar terbuat dari tombaga holing dan gombok (kunci) terbuat dari perak.
Pustaha Parmongmong Bandar Syahkuda, menyatakan bahwa Istana Raja Nagur berada di Tolbak Pargambirian. Pustaha Parpadanan Na Bolag menyebutkan nama seorang Raja, yaitu Sianas Bondailing.
Pada Masa Kerajaan Nagur ini, marga-marga sudah ada dan struktur kekuasaan Simalungun tradisional sudah berkembang. Eksistensi kerajaan ini berlangsung sampai akhir abad XIII khususnya ketika daerah ini menjadi sasaran perluasan pengaruh politik Kerajaan Singosari dari Jawa bagian Timur dengan ekspedisi Pamalayu.
Sepanjang yang padat diketahui melalui catatan (analis) Tiongkok sewaktu Dinasti Sui ( Sui Chao) (581 – 618) adalah sebuah dinasti yang menjadi peletak dasar bagi kejayaan Dinasti Tang sesudahnya. Kerajaan Nagur sebagai Simalungun Tua, telah disebut-sebut.
Pada abad ke V sudah ada Kerajaan Nagur yang sudah mempunyai hubungan dagang dengan bangsa-bangsa lain terutama dengan Tiongkok. (Buku Sejarah Perkembangan Pemerintah Dalam Negeri Kabupaten Daerah Tingkat II Simalungun, 1999)
Sumber lain ialah Buzuruq Bin Syahriar, seorang musafir Parsi pada abad X dalam memori perjalanannya telah mencatat adanya negeri yang bernama Nakus (Nagur).
Selanjutnya MD Purba dalam bukunya berjudul “Mengenal Kepribadian Asli Rakyat Simalungun”, menyatakan bahwa menurut catatan Marcopolo seorang pengembara dari Venesia (Italy) pernah mengunjungi Kerajaan Nagur (tahun 1271-1295) karena pada saat itu ia terpaksa harus terhenti di Kerajaan Pasei untuk memperbaiki kapalnya yang rusak diterpa badai di Selat Malaka. Sambil menunggu perbaikan kapal, ia sempat mengadakan penyelidikan terhadap pedalaman Pulau Perca,".........
http://simalungunonline.com/%E2%80%9Cperjalanan-simalungundamanik-dalam-tinjauan-habonaron%E2%80%9D.html
http://suhuomtatok.wordpress.com/2007/05/28/pustaha-laklak/
http://puakmelayu.wordpress.com/2008/12/29/tok-pawang/
http://puakmelayu.wordpress.com/category/uncategorized/
http://puakmelayu.blogspot.com/search/label/IKHWAL%20DAN%20SEJARAH%20MELAYU
http://puakmelayu.blogspot.com/
http://puakmelayu.blogspot.com/2008/12/siapa-agaknya-melayu-itu.html
http://suhuomtatok.files.wordpress.com/2007/05/rajah2-simalungun.jpg?w=500
http://halibitonganomtatok.files.wordpress.com/2010/04/22441_1262408254059_1645307310_636077_6677367_n.jpg?w=250&h=300
Penulis M Muhar Omtatok
ReplyDeleteSumber : http://halibitonganomtatok.wordpress.com
KALENDER SIMALUNGUN
Tidak diketahu pasti, sejak kapan Kalender Simalungun (Parhalaan) mulai dipakai. Bahkan angka tahun juga tidak tertera. Parhalaan justru lebih popular dewasa itu untuk dunia spiritual daripada penanggalan data.
Dalam Pustaha yang ditemukan di Talang Tua, yang ditulis pada tanggal Mudaha Ni Mangadop (11) bulan Sipaha Opat (4) tahun 686M (608 Saka), ditulis dalam bahasa lingua franca Sriwijaya dan Nagur, begini bunyinya:
“Syaka warsyatita 608 ding pratipada tahun saka leat 608 dina parmula syukpalaksya wulon waisyaka tatkalanya mudaha ni poltak bulan sipaha opat hatihani yang mangmang sumpah ini nipahat di welanya yang wala shariwidjaya kaliwat hatihani bola sariwidjaya leat manapik yang bhuni Jawa tidak bakti mengalah bumi Jawa naso tunduk ka Syariwidjaya hu ariwidjaya”.
Jika kita artikan dalam gaya tutur bahasa Simalungun, begini jadinya: “Sanggah bani mudaha ni Popoltak (mangadop) tahun saka 608 na salpu bulan sipaha ompat, panorang aima bulawan on iuhirhon sangat dunghonsa (dobkonsi) ialah bala ni ariwidjaya tanoh Jawa nao tunduk hu bani sariwidjaya”.
Disebutkan ‘mudaha ni Poltak Bulan Sipaha Opat’, menandakan kalau Kalender simalungun (Parhalaan) sudah dipakai dikala itu.
Mirip dengan tahun hijriyah, Almanak Simalungun (Parhalaan), penentuan dimulainya sebuah hari (Ari) pada Almanak Simalungun berbeda dengan Almanak Masehi. Pada sistem Kalender Masehi, sebuah hari/tanggal dimulai pada pukul 00.00 waktu setempat. Namun pada sistem Kalender Simalungun, sebuah ari dimulai ketika terbenamnya matahari.
Parhalaan Simalungun dibangun berdasarkan rata-rata silkus sinodik bulan kalender lunar, memiliki 12 bulan dalam setahun. Dengan menggunakan siklus sinodik bulan, bilangan hari dalam satu tahunnya adalah (12 x 29,53059 hari = 354,36708 hari).Hal inilah yang menjelaskan 1 tahun Parhalaan Simalungun lebih pendek sekitar 11 hari dibanding dengan 1 tahun Kalender Masehi. .
http://dearmawantomunthe.wordpress.com/2012/01/04/100/
http://simalungunonline.com/alamanank-simalungun.html
http://simalungunonline.com/%E2%80%9Cperjalanan-simalungundamanik-dalam-tinjauan-habonaron%E2%80%9D.html
http://suhuomtatok.wordpress.com/2007/05/28/pustaha-laklak/
http://puakmelayu.wordpress.com/2008/12/29/tok-pawang/
http://puakmelayu.wordpress.com/category/uncategorized/
http://puakmelayu.blogspot.com/search/label/IKHWAL%20DAN%20SEJARAH%20MELAYU
http://puakmelayu.blogspot.com/
http://puakmelayu.blogspot.com/2008/12/siapa-agaknya-melayu-itu.html
http://suhuomtatok.files.wordpress.com/2007/05/rajah2-simalungun.jpg?w=500
http://halibitonganomtatok.files.wordpress.com/2010/04/22441_1262408254059_1645307310_636077_6677367_n.jpg?w=250&h=300
KERAJAAN NAGUR DI SIMALUNGUN:
ReplyDeleteCATATAN DARI PENGELANA ASING DI SUMATRA TIMUR
Oleh:
Erond L. Damanik, M.Si
http://massahar-tiga.blogspot.com/2010/03/pengantar-sejarah-peradaban-di-ujung.html
Demikian pula dalam hikayat ”Parpadanan Na Bolag” yang mengisahkan kerajaan ”Nagur” yakni kerajaan Batak Timur Raya. Dalam catatan pengembara asing, kerajaan ini sering disebut ”Nakur”, atau ”Nakureh” maupun ”Jakur”. Kerajaan ini, menurut M.O. Parlindungan dalam bukunya Tuanku Rao (1964) berdiri pada abad ke 6-12. Rajanya yang terkenal adalah Mara Silu yang oleh penulis Karo disebut bermarga Ginting Pase dan masyarakat Batak Timur Raya menyebut marga Damanik. Nama Mara Silu banyak disebut didalam ”Hikayat Raja-raja Pasai”, ”Sejarah Melayu”, dan ”Parpadanan Na Bolag” dan diyakini sebagai Raja Nagur dari Batak Timur Raya. Menurut catatan MOP dalam bukunya ”Tuanku Rao” sepenakluk Aceh terhadap ”Nagur”, Mara Silu dan laskar yang tersisa menghancurkan bandar Pase (Aceh) pada tahun 1285 dan masuk Islam serta berganti nama menjadi Malikul Saleh, Sultan Samudra Pase yang pertama. Sejak saat itu, kerajaan Nagur tidak lagi ditemukan dalam tulisan-tulisan selanjutnya.
=============
2. Catatan Tentang Nagur
Namun demikian, apabila angka yang disebutkan oleh Parlindungan tersebut dikomparasikan dengan laporan admiral Zheng Zhe (Cheng Ho) maka akan didapat bahwa, hingga tahun 1423, kerajaan Nagur masih berdiri. Didalam buku Zheng Zhe: Bahariawan Muslim Tionghoa (2002) disebut bahwa, admiral tersebut mengunjungi Nagur sebanyak 3 (tiga) kali. Pasukannya sangat terkenal dengan senjata panah beracun dan berhasil menewaskan raja Aceh. Dalam laporan pengelana Tionghoa tersebut, nama Nagur dituliskan dengan ‘Nakkur’; ‘Nakureh’ atau ‘Japur’. Hal senada juga diketahui dalam laporan Ma Huan yakni Ying Yei Seng Lan, dimana nama Nagur yakni ‘Napur’ merupakan kerajaan ‘Batta’
Kerajaan Nagur juga banyak disebut dalam tulisan-tulisan Melayu seperti yang dituliskan oleh T. Lukman Sinar SH (Pewaris kesultanan Serdang), dalam bukunya Sari Sejarah Serdang Jilid-I (1974) ataupun Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu Sumatra Timur (2007), ataupun TM. Lah Husny dalam bukunya Lintasan Sejarah Peradaban Penduduk Melayu Deli Sumatra Timur, (1976). Demikian pula dalam buku Tarik Aceh Jilid II yang batal diterbitkan. Selanjutnya, dalam tulisan-tulisan versi Karo seperti yang dilakukan oleh Brahmo Putro dalam bukunya Karo dari Zaman ke Zaman, (1984) justru cenderung ditulis dengan emosional, dengan cara meng-Karo-kan ARU, Nagur dan Batak Timur Raya. Sebagaimana diketahui, yang dimaksud dengan ‘Timur Raja’ dalam tulisan pemerintah colonial adalah kawasan Simalungun karena posisinya yang percis berada di pesisir Timur Sumatra Utara.
=====================
http://ipie3.wordpress.com/2009/06/06/kerajaan-nagur-di-simalungun/
http://id.wikipedia.org/wiki/Damanik
http://dearmawantomunthe.wordpress.com/2012/01/04/100/
http://simalungunonline.com/alamanank-simalungun.html
http://simalungunonline.com/%E2%80%9Cperjalanan-simalungundamanik-dalam-tinjauan-habonaron%E2%80%9D.html
http://suhuomtatok.wordpress.com/2007/05/28/pustaha-laklak/
http://puakmelayu.wordpress.com/2008/12/29/tok-pawang/
http://puakmelayu.wordpress.com/category/uncategorized/
http://puakmelayu.blogspot.com/search/label/IKHWAL%20DAN%20SEJARAH%20MELAYU
http://puakmelayu.blogspot.com/
http://puakmelayu.blogspot.com/2008/12/siapa-agaknya-melayu-itu.html
http://suhuomtatok.files.wordpress.com/2007/05/rajah2-simalungun.jpg?w=500
http://halibitonganomtatok.files.wordpress.com/2010/04/22441_1262408254059_1645307310_636077_6677367_n.jpg?w=250&h=300
http://archive.kaskus.co.id/thread/3991820/0/budaya-simalungun
Kronologi Lahir nya kerajaan berdasarkan pereode Pecahan Kerajaan Nagur / Nakur menjadi Kerajaan-kerajaan di Sumatera Timur dan Aceh
ReplyDeletehttp://img.archive.today/0cHbg/c8de6df58af5a6f610f01df291ec3b376cf34606.jpg
http://archive.today/0cHbg