Header Ads

LightBlog

Wilayah Rokan Dan Timbulnya Perang Padri


Oleh T. Luckman Sinar Basyarsyah II

Tambusai (Dalu-dalu) merupakan ibukota Rantau Binuang yang terletak di antara Sungai Sosa dan Batang Lubu. Raja negeri tersebut merupakan keturunan Sultan Iskandar Zulkarnaen. Penduduknya berbahasa Mandailing dan Minangkabau, tetapi menganut adat Melayu. Negeri-negeri di Rokan makmur karena merupakan tempat transit hasilhasil wilayah pedalaman Sumatera yang dijual ke Melaka, Singapura, Johor, dan Siak. Tidak berlebihan kalau di negeri ini banyak orang kaya yang menunaikan ibadah haji ke Mekah. Di antara rombongan haji yang pulang terdapat Imam Maulana Kadhi dan putranya, Haji Muhammad Saleh.

Pada tahun 1820–1825 bergejolak paham Wahabi di Mekah yang bertujuan untuk memurnikan ajaran agama Islam. Paham Wahabi ini ingin dikembangkan oleh para haji yang kembali dari Mekah. Imam Maulana Kadhi dan Haji Muhammad Saleh berusaha mengembangkan paham Wahabi itu kepada murid-muridnya di pesantren. Haji Muhammad Saleh menekankan kepada Yang Dipertuan Rantau Binuang agar memerintahkan kepada rakyat untuk melaksanakan ajaran Islam sejati dan melarang adat lama yang bertentangan dengan agama. Pengaruh pembaharuan Islam yang disampaikan ini menyebabkan Haji Muhammad Saleh diusir. Dia kemudian mengembara sambil memperbanyak pengikut. Setelah merasa cukup kuat, dia kembali ke Tambusai. Yang Dipertuan Rantau Binuang lalu menyingkirkannya ke Tanah Putih (Siak). Keadaan ini menyebabkan Sultan Siak menuntut supaya Tambusai tunduk kepada Siak, karena rajanya berdiam di wilayah Siak.

Haji Muhammad Saleh kemudian bergelar Tuanku Tambusai dan oleh sementara pihak dijuluki “Si Baleo” (pembawa malapetaka). Gerakannya ditujukan ke daerah Kepenuhan, Rambah, Batang Lubu, daerah Rao, Ulu Barumun, dan Padang Lawas. Gerakan Tuanku Tambusai mendapat bantuan dari ulama lain, seperti Tuanku Rao. Gerakan Tuanku Rao sampai ke wilayah Toba Utara. Bahkan Tuanku Rao dianggap Si Pokki Nangolngolan, anak Ompu Palti. Ompu Palti adalah adik Sisingamangaraja X yang telah raib karena dianggap mau merebut tahta.

Meskipun jasa Tuanku Tambusai dalam pengislaman Tapanuli Selatan sangat besar, tetapi tidak sedikit kekejaman yang dibuat atas namanya dengan bantuan Raja Gadombang, Regent Mandailing. Hal ini membuat Belanda menyerangnya, terutama setelah perlawanan Tuanku Imam Bonjol dipatahkan. Dalam pertempuran hebat yang terjadi pada tanggal 28 Desember 1838, benteng Dalu-dalu dapat direbut Belanda tetapi Tuanku Tambusai selamat dari buruan Belanda. Sampai sekarang makamnya belum ditemukan. Ada yang menyebut bahwa Tuanku Tambusai sempat lolos dan menyeberang ke Malaya.

Pada masa itu juga Belanda memenuhi permohonan Kotapinang dan menempatkan satu detasemen tentaranya dengan membuat benteng di daerah pertemuan Sungai Panai dan Barumun, yaitu di Tanjong Ropiah. Benteng itu meresahkan Inggris. Benteng tersebut juga pernah diserang oleh rakyat dari arah laut.
  1. Kesultanan Melayu Di Sumatera Timur
  2. Kerajaan-Kerajaan Melayu Tua
  3. Pertentangan Aceh, Portugis, dan Imperium Melayu
  4. Lahirnya Kerajaan Di Pesisir Sumatera Timur
  5. Negeri-Negeri Batubara
  6. Wilayah Rokan Dan Timbulnya Perang Padri
  7. Pertentangan antara Inggeris dan Belanda
  8. Agresi Belanda Ke Sumatera Timur
  9. Reaksi Atas Pembukaan Tanah Perkebunan Di Deli
  10. Sistem Pemerintahan di Sumatera Timur
  11. Situasi Beberapa Kerajaan Di Sumatera Timur
  12. Sistem Peradilan Kerajaan Melayu Jaman Belanda
  13. Orang Melayu Dan Rajanya

Sumber: Khalik News




No comments

Galeri

Di bawah ini adalah galeri imej dari semua posts yang tersaji di blog ini. Selain sebagai galeri, panel ini juga berfungsi sebagai jalan pintas untuk mengakses semua post, cukup dengan satu klik pada masing-masing imej. Scroll-down untuk melihat seluruh posts, atau pilih kategori post berdasarkan tombol-tombol pilihan yang tersedia. Semoga bermanfaat!