Priyayi Jawa Di Tanah Deli
Ketika membicarakan orang Jawa di Sumatera, banyak orang selalu melihat Jadel (Jawa Deli) atau Jakon (Jawa Kontrak). Mereka adalah orang Jawa yang dikirim oleh Pemerintah Hindia Belanda mulai akhir abad ke-19 untuk menjadi buruh kasar di sejumlah perkebunan di Pantai Timur Sumatera, salah satunya di tanah yang masuk dalam Kesultanan Deli. Padahal, selain mereka, masuk pula kelompok priayi di tempat yang kemudian menjadi Kota Medan.
Selama ini kelompok priayi di Tanah Deli memang jarang dibahas. Sekali lagi, Jadel dan Jakon lebih menonjol dalam perbincangan yang cenderung sinikal mengenai kehadiran etnis Jawa di Medan. Padahal, peran priayi Jawa cukup penting.
Kehadiran kelompok priayi ini tidak diketahui secara pasti. Namun, sejumlah bukti memperlihatkan kehadiran mereka sudah ada pada awal abad ke-20. Di dalam berbagai sumber disebutkan, setidaknya ada beberapa priayi Jawa yang masuk ke Tanah Deli. Mereka bekerja sebagai dokter, pegawai pamong praja, dan lain-lain.
Priayi dalam hal ini adalah sedikit orang yang boleh mendapatkan pendidikan di sejumlah sekolah, seperti sekolah kedokteran dan pamong praja di Jawa. Priayi ini beragam, mulai dari priayi tinggi hingga yang dalam beberapa literatur disebut priayi rendahan. Mereka adalah anak-anak pejabat di Jawa yang diperkenankan masuk ke sekolah-sekolah itu.
Soal jejak awal kehadiran para priayi itu ke Tanah Deli tidak mudah didapat. Secara politik keberanian Boedi Oetomo (didirikan 20 Mei 1908) mendirikan cabang (afdeling) di beberapa kota di Sumatera Timur sangat boleh jadi menjadi tonggak kehadiran dan peran mereka. Ujung tombak kelompok ini adalah para dokter lulusan Stovia, Jakarta.
Dari sumber yang dikutip oleh Hans van Miert di dalam bukunya berjudul Dengan Semangat Berkobar, Nasionalisme dan Gerakan Pemuda di Indonesia 1918-1930 disebutkan kehadiran Pangeran Soemosoediro dari Purworejo di Tanah Deli. Ia menginjakkan kaki di Tanah Deli pada tahun 1910. Soemosoediro yang bergerak di usaha swasta sempat menjadi Wakil Ketua Boedi Oetomo Cabang Medan, tetapi tak diketahui masa jabatannya.
Kemudian pada 7 Agustus 1912 didirikan Boedi Oetomo Cabang Binjai yang diketuai oleh Raden Roeslan. Pendiri Boedi Oetomo, yaitu Dokter Sutomo, juga ikut mendirikan Boedi Oetomo sekaligus menjadi ketua cabang di Lubuk Pakam. Beberapa tahun setelah mendirikan Boedi Oetomo, ia sempat mengabdi sebagai dokter di daerah Tanjung Morawa.
Peran priayi Jawa makin kuat setelah muncul media untuk masyarakat Jawa, seperti koran Soeara Djawa dan Sedah. Fotokopi koran ini dimiliki Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-ilmu Sosial Unimed. Koran Soeara Djawa terbit pada Juni 1916. Koran ini dikelola oleh Cooperatieve Vereeniging Eko Projo yang berada di Medan. Koran ini memberitakan berbagai hal orang Jawa, mulai masalah kuli kontrak, kehidupan orang Jawa di Tanah Deli, hingga kabar dari Jawa.
Melalui koran itu, Boedi Oetomo juga berusaha memengaruhi opini publik. Salah satu isu yang pernah diangkat adalah soal Perempoean Djalang. Boedi Oetomo mengadakan lomba menulis saran cara-cara menyelesaikan masalah ini di Kota Medan yang dinilai telah membuat toeroen merek bangsa Djawa. Boedi Oetomo menyediakan hadiah uang untuk lomba ini.
Dari koran itu juga diketahui kehadiran priayi Jawa sebagai pamong praja meski tidak secara eksplisit. Mereka diduga dikirim ke Medan untuk membantu birokrasi Kotapraja Medan yang berdiri tahun 1909 dan juga Karesidenan Sumatera Timur. Meski nama tak diketahui, di antara mereka ada yang terang-terangan mendukung pendirian Soeara Djawa dengan menyatakan siap mendukung dana.
Hal itu terlihat dalam iklan Soeara Djawa yang menyebutkan, Didalam gouvernement Oostkust van Sumatra ada seorang Djawa jang namanja belom boleh diboeka di Soeara Djawa soedah berkata, dengan saksi orang banjak jang ia maoe toendjang Eko Projo dengan sekoeat-koeatnja soepaja Soeara Djawa dapat diterbitkan teroes.
Sementara itu, kehadiran pedagang diduga terkait dengan adanya permintaan dari komunitas Jawa akan berbagai kebutuhan dari mulai pakaian dan makanan.
Namun, peran priayi yang bisa dibilang kelas menengah di Tanah Deli ini relatif tidak berlanjut pada kemudian hari. Mereka hanya menjadi kenangan warga Medan, seperti kehadiran dokter Pirngadi yang menjadi Sekretaris Boedi Oetomo Cabang Medan. Pirngadi kemudian diabadikan menjadi nama rumah sakit.
KOMPAS Online | Selasa, 23 Maret 2010 | 04:39 WIB
You might also like to read Jadel (Jawa Deli)
Buyut (bapaknya embah) saya dari purworejo, namanya Sumejo. Dia meninggal di Batangkuis, kata abah saya. Saya punya foto embah dan abah saya ketika medan 1924. dia kerja di bagian kreta api. Kalau ada info, tolong kabari tentang
ReplyDeleteDari Jarir Amrun (08127542057)