Header Ads

LightBlog

Latar Belakang Kerajaan Air Merah (Pinang Awan), Asahan.

Menurut sejarah, pada abad XV keluarga Batara Sinomba dan istrinya Putri Langgani dari Pagaruyung datang ke daerah Barumun dan menetap di Desa Pinang Awan (sekarang Kecamatan Kota Pinang Kabupaten Labuhan Batu). Dari pasangan ini lahirlah seorang putra bergelar “Putra Tuan Batara” yang akhirnya menjadi raja Kerajaan Air Merah di daerah hilir Pinang Awan.

Raja Air Merah mempunyai dua orang isteri, dari isteri pertama lahir dua orang putra mahkota dan seorang putri yang bernama Siti Ungu atau Siti Unai, sedangkan dari isteri kedua dikaruniai pula seorang putra. Akibat fitnah dari isteri kedua yang menginginkan putranya berkuasa menjadi raja, kedua putra mahkota diusir yang akhirnya sampai di Bandar Negeri Aceh. Karena budi pekerti mereka yang baik, kedua putra mahkota tersebut dapat diterima dan akrab dengan keluarga kesultanan Aceh yang dipimpin Sultan Iskandar
Muda.

Rasa rindu kepada kampong halaman, akhirnya membawa kedua putra mahkota itu kembali ke kerajaan Air Merah. Karena sadar bahwa kepulangan mereka tidak akan diterima, mereka memohon pengawalan pasukan dari kesultanan Aceh untuk pulang ke Air Merah. Kepulangan mereka ke Negeri Air Merah disambut dengan pertempuran oleh pasukan kerajaan Air Merah yang rajanya ternyata putra dari Istri Kedua.

Namun kemengan ternyata berada di pihak kedua putra mahkota. Raja Air Merah tertembak oleh pasukan Kesultanan Aceh, dan putri Ungu juga tertangkap. Sebagai tanda persahabatan dan rasa terima kasih atas bantuan dari kesultanan Aceh, kemudian kedua putra mahkota menjodohkan adik mereka Siti Ungu menjadi salah satu istri Sultan Aceh, sementara mereka meneruskan kepemimpinan di Air Merah. Kepemimpinan mereka yang bijaksana membuat Negeri Air Merah menjadi Aman, damai dan makmur.

Beberapa tahun kemudian kedua putra mahkota yang telah menjadi raja di Air Merah berangkat kenegeri Aceh. Mereka rindu pada adik mereka Siti Ungu dan bermaksud ingin menjenguk. Dalam perjalanan mereka singgah di Negeri Asahan untuk menemuai seorang Bomoh yang menguasai berbagai ilmu kebathinan dan bahasa bernama Bayak Lingga atau Sikaro-Karo, untuk bersama- sama pergi ke Negeri Aceh.

Sesampainya di negeri Aceh, mereka disambut dengan baik dan diikutsertakan dalam sayembara yang diselenggarakan untuk menjamu tamu Sultan dari negeri seberang. Dalam sayembara itu Sultan kalah bertaruh dengan utusan Negeri Seberang, Namun berkat bantuan dari Bayak Lingga yang memiliki banyak keahlian tersebut, akhirnya Sultan berhasil memperoleh kemenangan. Atas hal tersebut Sultan merasa berterima kasih, dan sebagai balasannya Sultan berjanji akan memenuhi permintaan apa saja yng diinginkan tamunya dari Negeri Asahan tersebut. Mendapat kehormatan sedemikian, Raja Air Merah tidak menyia-nyiakannya, beliau meminta kepada Sultan agar Adik Mereka Siti Ungu diijinkan intuk dibawa kembali ke Negeri Air Merah.

Sebenarnya Sultan merasa terkejut atas permintaan tamunya tersebut, tetapi karena sudah merupakan janjinya, maka Sultan pun mengijinkan Putri Siti Ungu yang sedang hamil untuk pulang kembali kenegerinya dengan 4 (Empat) syarat:
  1. Siti Ungu tidak boleh menikah sebelum melahirkan.
  2. Apabila bayi yang dikandung Siti Ungu kelak lahir Laki-laki agar dijadikan Raja
  3. Siti Ungu hanya boleh menikah dengan Bayak Lingga.
  4. Membawa serta seorang saksi dari Kerajaan Aceh untuk menyertai perjalanan ke Negeri Air Merah.
Dalam perjalan Putri Siti Ungu, Bayak Lingga dan saksi Sukmadiraja singgah di Negeri Asahan, kemudian Putri Siti Ungu melahirkan seorang putra yang diberi nama Abdul Jalil. Selanjutnya Putri Siti Ungu menikah dengan Bayak Lingga dengan gelar Raja Bolon. Dari Pernikahan ini lahirlah seorang Putra bernama Abdul Karim dan keturunannya bergelar Datuk Muda yang menjadi Bahu Kanan Sultan.

Akan tetapi pada saat penobatan Sultan Asahan, yang diangkat menjadi Sultan adalah Abdul Karim, bukan Abdul Jalil sebagimana Titah Sultan Aceh, bahkan Abdul Jalil diasingkan ke daerah Batu Bara. Diperlakukan demikian kemudian Abdul Jalil mengirim surat kepada Sultan. Mendengar kabar tersebut Sultan Aceh sangat murka dan segera datang ke Negeri Asahan.

Kedatangan Sultan Aceh diterima baik oleh Raja Bolon di suatu tempat dekat Bandar Pulau sekarang, lalu tempat itu diberi nama Marjanji Aceh. Dari sana rombongan Raja Aceh mengikuti perjalanan ke Hilir Sungai Asahan dan Akhirnya sampai pada sebuah Tanjung di dekat Muara Sungai Asahan, tepatnya di muara Sungai Silau pertemuan dengan Sungai Asahan. Pada Tanjung tersebut Sultan memerintahkan untuk membangun sebuah Balai sebagai tempat upacara dan menobatkan putranya Abdul Jalil sebagai Raja di Negeri tersebut. Peristiwa penabalan ini terjadi pada tahun 1620.

Pada tanggal 27 Desember Sultan Iskandar Muda Wafat. Sebagai penghargaan atas jasanya menemukan dan mendirikan Kota Tanjungbalai, tanggal wafatnya Sultan dan tahun penabalan Sultan Pertama dijadikan sebagi hari lahirnya Kota Tanjungbalai. Sedangkan Balai yang dibangun di ujung Tanjung tersebut adalah awal mula penyebutan kata Kota Tanjungbalai.


Note: Khusus untuk catatan sejarah di atas, baca juga informasi lain versi Wikipedia

1 comment:

  1. Dalam kisah ini ada "missing link" yang terasa mengganjal, yakni status pernikahan Siti Ungu saat "diboyong" kembali oleh kedua kakaknya pulang ke Air Merah. Apakah beliau masih berstatus istri dari Sultan Aceh?

    Ada yang dapat bantu meluruskan?
    Terima kasih.

    Salam takzim.

    ReplyDelete

Galeri

Di bawah ini adalah galeri imej dari semua posts yang tersaji di blog ini. Selain sebagai galeri, panel ini juga berfungsi sebagai jalan pintas untuk mengakses semua post, cukup dengan satu klik pada masing-masing imej. Scroll-down untuk melihat seluruh posts, atau pilih kategori post berdasarkan tombol-tombol pilihan yang tersedia. Semoga bermanfaat!