Jatidiri Sebagai Anak Melayu
Di zaman penjajahan Belanda, tersebarlah suatu anggapan dari pihak kolonial berkenaan orang Melayu, bahwasanya orang Melayu kononnya memiliki semangat kerja yang kurang, cepat merasa puas dan tiadalah berpikiran maju ke hadapan. Kemudian diperkatakan pula orang Melayu sebagai masyarakat yang tinggal berdekatan dengan laut dan laut sebagai sumber mata pencaharian, ada pula yang tinggal di pinggir-pinggir sungai dengan mata pencaharian berburu, menyadap getah dan pencaharian yang lain.
1. Seseorang disebut Melayu apabila sehari-hari berbahasa Melayu, beradat istiadat Melayu dan beragama Islam. Alhasil, orang Melayu itu dapat dilihat kepada agama dan budaya.
2. Orang Melayu selalu percaya kepada Allah SWT dan selalu mengikuti ajaran Rasulullah; hal ini diperkuat dengan peribahasa : Bergantung kepada satu, berpegang kepada yang Esa.
3. Orang Melayu taat kepada hukum demi keamanan dan kemakmuran masyarakatnya, seperti peribahasa : Adat itu jika tidur menjadi tilam, jika berjalan menjadi payung, jika di laut menjadi perahu, jika di tanah menjadi pusaka. Atau Mati anak heboh sekampong, mati adat heboh sebangsa. Walaupun demikian, tidak berarti adat resam tiada boleh berubah. Jika ianya tiada berkesesuaian, maka hal yang sedemikian dapatlah diubah tanpa mengundang kepada perkara yang menghebohkan. Hal ini bersesuaian dengan peribahasa Melayu yang berbunyi : Sekali air bah, sekali tepian berubah. Atau Tiada gading yang tak retak.
4. Orang Melayu mengutamakan budi dan bahasa, karena keduanya menunjukkan kepada sopan santun dan tinggi peradabannya. Seperti peribahasa mengatakan : Usul menunjukkan asal, bahasa menunjukkan bangsa. Atau Taat pada petuah, setia pada sumpah, mati pada janji, melarat karena budi. Atau Hidup dalam pekerti, mati dalam budi. Selain daripada itu, di dalam pantun Melayu juga tersirat :
Gunung Bintan lekuk di tengah
Gunung Daik (*) bercabang tiga,
Hancur badan di kandung tanah,
Budi baik dikenang juga.
(*) Gunung Daek
5. Orang Melayu mengutamakan pendidikan dan ilmu. Hal ini tercermin dalam beberapa peribahasa yang mengambil kepada hadist Rasulullah, yaitu :
6. Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina, atau Menuntut ilmu itu sejak dalam buaian sampai ke liang lahat.
7. Orang Melayu mengutamakan budaya Melayu, becakap tidaklah kasar, berbaju menutupi aurat, menjauhkan pantang larang dan dosa. Biarlah mati daripada keluarga menanggung malu. Orang Melayu juga pandai menjaga air muka orang lain. Kalaupun marah cukup dengan sindiran. Seperti peribahasa mengatakan : Marahkan anak, sindir menantu.
8. Orang Melayu mengutamakan musyawarah dan mufakat sebagai sendi kehidupan. Di dalam segala hal baik perkawinan, kematian, kenduri, mendirikan rumah, maupun dalam pemerintahan. Bahkan nilai-nilai ini juga dilaksanakan bagi pendatang sehingga orang Melayu sangat terkenal dengan keterbukaannya. Ada pantun yang berbunyi
Apabila meraut selodang buluh
Siapkan lidi buang miangnya
Apabila menjemput orang jauh
Siapkan nasi dengan hidangnya
9. Orang Melayu tak suka mencari lawan ataupun melawan, seperti ungkapan yang mengatakan: Pantang Melayu untuk mendurhaka. Tetapi akan melawan jika ianya terdesak, seperti pribahasa mengatakan : Musuh pantang dicari, kalau datang tidak menolak. Atau pribahasa : Alang-alang menceluk pekasam, biar sampai ke pangkal lengan. Di dalam pantun diungkapkan :
Kalau sudah dimabuk pinang,
Daripada ke mulut biarlah ke hati
Kalau sudah maju ke gelanggang
Berpantang surut biarlah mati
Dari Tengku Puteh Tippi
Sebuah artikel yang sarat dengan makna, hendaknya di publish lebih luas lagi, tahniah.
ReplyDeleteTengku Ryo Riezqan
sangat bermanafaat ...teruskan berkarya supaya boleh saya menyelaminya...
ReplyDelete